Halaman
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
31
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
31
Bab II
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pembelajaran siswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan berbagai konstitusi yang pernah berlaku
di Indonesia;
2. menjelaskan sistem ketatanegaraan menurut
konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indone-
sia;
3. menunjukkan penyimpangan-penyimpangan terhadap
berbagai konstitusi di Indonesia;
4. menunjukkan adanya peluang untuk mengadakan
perubahan terhadap UUD 1945;
5. menjelaskan ketatanegaraan Republik Indonesia
berdasarkan perubahan UUD 1945.
Perkembangan Konstitusi
di Indonesia
32
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
PETA KONSEP
32
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Perkembangan
Konstitusi di Indonesia
Berbagai Konstitusi dan
Ketatanegaraan di Indonesia
UUD 1945 (18 Agustus 1945 -
27 Desember 1949)
Konstitusi RIS (27 Desember
1949 - 17 Agustus 1950
UUD 1950 (17 Agustus 1950
- 5 Juli 1959)
Kembali ke UUD 1945
(11 Maret 1966-21 Mei 1998)
Berbagai Penyimpangan
Pada Awal Kemerdekaan
Berbagai Penyimpangan Pada
Masa Orde Lama (1959 - 1965)
Berbagai Penyimpangan pada
Masa Orde Baru (1965 - 1998)
Berbagai Penyimpangan Pada
Era Reformasi
Perubahan UUD 1945 (19
Oktober 1999 - Sekarang)
Penyimpnagan-penyimpangan
terhadap Konstitusi-konstitusi
di Indonesia
Hasil Perubahan UUD 1945
Sikap Positif terhadap
Perubahan UUD 1945
Perubahan I UUD 1945
(19 Oktober 1999)
Perubahan II UUD 1945
(18 Agustus 2000)
Perubahan III UUD 1945
(9 Novermber 2001)
Perubahan IV UUD 1945
(10 Agustus 2002)
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
33
K
onstitusi berasal dari bahasa Latin,
constituo
yang berarti hukum atau
prinsip. Dalam bahasa Perancis pengertian ini dibedakan antara
Droit
Constitutionnel
(=konstitusi) dan
Loi Constitutionnel
(= undang-undang dasar
yang tertuang dalam naskah tertulis). Konstitusi (disebut juga hukum dasar)
ada yang tertulis dan tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis, misalnya
hukum adat dan konvensi (kebiasaan dalam penyelenggaraan kenegaraan).
Sedangkan hukum dasar yang tertulis, misalnya UUD. Di Indonesia kita
mengenal Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat kumpulan ketentuan/
aturan tertulis yang mendasar tentang pokok-pokok ketatanegaraan.
Dalam uraian berikut ini akan
dibahas beberapa Undang-Undang
Dasar atau konstitusi yang pernah
berlaku di Indonesia dan sistem
ketatanegaraannya. Perkembangan
konstitusi itu meliputi UUD 1945,
Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan
Perubahan UUD 1945.
A. Berbagai Konstitusi dan Ketatanegaraan
di Indonesia
Bagi suatu negara di zaman
modern ini, konstitusi atau undang-
undang dasar harus ada. Hal ini
untuk memberi pengertian kepada
penguasa dan masyarakat tentang
dasar-dasar ketatanegaraan dan cara
penyelenggaraan negara. Kemudian
untuk menjamin hak-hak rakyat dan
kewajiban-kewajiban apa yang harus
dilakukan negara kepadanya.
Beberapa konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia telah memberi
gambaran tentang sistematika, bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan
sistem pemerintahan. Kita akan melihat perbedaan dan kesamaan dari setiap
konstitusi tersebut setelah memahami penjelasan berikut.
Gambar 2.1
Anggota PPKI sedang
bersidang untuk mengesahkan UUD 1945.
Sumber
:
Album Perang Kemerdekaan 1945-1950
Gambar 2.2
Pada awal September 1945
terbentuklah Kabinet pertama.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 1
34
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
1. Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945
- 27 Desember 1949)
Bagan 2.1
Sistematika UUD 1945 sebelum perubahan (amandemen) terdiri atas
Pembukaan (4 alinea), Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal) Aturan Peralihan (IV pasal), dan
Aturan Tambahan (2 ayat) serta Penjelasan.
UUD 1945
(17 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Pembukaan
(Preambul)
Bab I
Bentuk dan Kedaulatan
Bab II
MPR
Bab III
Kekuasaan Pemerintahan
Negara
Bab IV
Dewan Pertimbangan Agung
Bab V
Kementrian Negara
Bab VI
Pemerintahan Daerah
Bab VII
DPR
Bab VIII
Hal Keuangan
Bab IX
Kekuasaan Kehakiman
Bab X
Warga Negara
Bab XI
Agama
Bab XII
Pertahanan Negara
Bab XIII
Pendidikan
Bab XIV
Kesejahteraan Sosial
Bab XV
Bendera dan Bahasa
Bab XVI
Perubahaan UUD
Aturan Peralihan
Aturan Tambahan
Penjelasan tentang Udang-
Undang Dasar Negara
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
35
Tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) telah
menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 dan memilih presiden dan wakil
presiden Republik Indonesia. Tugas presiden dan wakil presiden dibantu oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat. Sejak saat itu berlaku tata hukum nasional
yang bersumber dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Tata hukum nasional
ialah tata hukum Indonesia yang memuat bagaimana kedudukan seseorang
dalam masyarakat, apa saja kewajiban-kewajiban dan wewenangnya serta
tindakan-tindakan yang sesuai dengan hukum Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis tidak
dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia dalam masa peralihan.
Situasi dan kondisi saat itu berada dalam usaha membela dan mem-
pertahankan kemerdekaan. Sebagaimana tertuang dalam pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945 (sebelum amandemen) bahwa
“segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini”
. Berikut akan dijelaskan bentuk negara,
bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan menurut UUD 1945.
a. Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan Menurut
UUD 1945
Bentuk negara dan bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar 1945, Pembukaan alinea keempat, pasal 1 ayat (1), dan penjelasan pasal
18, telah ditetapkan, antara lain:
1)
Bentuk negara kesatuan (menolak federalisme).
2)
Bentuk pemerintahan republik (bukan kerajaan).
3)
Sistem negara yang berdaulat (menentang penjajahan dan menolak sta-
tus jajahan).
4)
Berkedaulatan rakyat (anti diktator).
5)
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia (kesatuan/kebangsaan).
6)
Negara melindungi seluruh tumpah darah Indonesia (kesatuan wilayah).
7)
Negara Indonesia adalah negara kesatuan dan daerah-daerah tidak
bersifat negara.
8)
Daerah bisa berbentuk otonom dan administratif.
9)
Di daerah otonom akan dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).
Dalam bentuk pemerintahan republik, organisasi kenegaraan mengatur
kepentingan bersama. Kehendak negara ditentukan oleh badan legislatif yang
mewakili seluruh rakyat sebagai pemegang kekuasaan. Setiap keputusan
badan legislatif harus mencerminkan aspirasi rakyat.
36
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Indonesia berbentuk republik bukan kerajaan karena bangsa Indonesia
menentang feodalisme dan kolonialisme. Republik Indonesia menjamin
kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
Bentuk negara dan bentuk pemerintahan Indonesia dijelaskan dalam
1.
Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 antara lain menyatakan
“maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang
dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada . . .”
2.
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan,
“Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik.”
3.
Penjelasan pasal 18 UUD 1945 ditegaskan bahwa
“Oleh karena negara In-
donesia itu suatu ensheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah
di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.”
4.
Bentuk republik sebetulnya sudah lebih dulu ditulis dalam Piagam Jakarta
22 Juni 1945. Piagam itu menetapkan bahwa
negara Indonesia ialah suatu
Republik Kesatuan (Republik Unitarisme), jadi menolak monarki.
b. Sistem Pemerintahan Menurut Undang-Undang Dasar
1945
Sistem pemerintahan berarti pembagian kekuasaan dan hubungan antar
lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara untuk
memenuhi kepentingan rakyat. Sistem pemerintahan di Indonesia menurut
pasal 4 dan 17 UUD 1945 adalah sistem presidensial. Ini artinya presiden
disamping berkedudukan sebagai “kepala negara” juga sebagai “kepala
pemerintahan”. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi
dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sistem presidensial berlangsung di Indonesia untuk pertama kali pada
18 Agustus 1945 - 14 November 1945. Selanjutnya berlaku sistem parlementer
(demokrasi liberal parlementer). Dalam sistem presidensial, presiden
memegang kekuasaan pemerintahan, mengangkat dan memberhentikan para
menteri. Para menteri bertanggung jawab kepada presiden, tidak seperti pada
sistem parlementer. Kabinet presidensial yang pertama dibentuk pada tanggal
2 September 1945, yang dipimpin oleh presiden.
PENGAYAAN
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
37
Demokrasi liberal parlementer dilaksanakan di Indonesia sejak adanya
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Maklumat ini dijuluki
sebagai “Konvensi Sjahrir” yang menandai terbentuknya kabinet parlementer
pertama di bawah pimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir.
Sistem parlementer adalah suatu sistem yang menteri-menterinya tidak
bertanggung jawab kepada presiden, melainkan kepada parlemen (KNIP atau
BPKNIP sebagai bagian dari MPR/DPR yang kewenangannya diperoleh
berdasarkan Maklumat wakil presiden pasal IV Aturan Peralihan). Dalam
sistem demokrasi liberal parlementer, kedudukan presiden hanya sebagai
kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana
Menteri.
Pemerintahan demokrasi liberal parlementer dilaksanakan pada saat
berlakunya Konstitusi RIS (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950) sampai
dengan berlakunya UUDS 1950 (17 Desember 1950 - 5 Juli 1959).
Berdasarkan pasal IV Aturan Peralihan, maka kekuasaan presiden sangat
luas, yaitu:
1)
Sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
2)
Berwenang menetapkan dan mengubah UUD 1945.
3)
Melaksanakan kekuasaan pemerintah.
4)
Berwenang menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Kekuasaan presiden ini berlaku sampai keluarnya Maklumat wakil
presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945. Maklumat ini menetapkan KNIP tidak
lagi membantu presiden, tapi memiliki kekuasaan legislatif dan menetapkan
GBHN. Di samping itu, dibentuknya badan pekerja KNIP yang bertanggung
jawab kepada KNIP. Komite ini bersifat sementara karena belum dibentuknya
MPR.
Gambar 2.3
Presiden
Soekarno sedang
meresmikan penggantian
kabinet dan dimulainya
kabinet parlementer yang
dipimpin oleh Sutan
Sjahrir.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka
38
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27
Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Bagan 2.2
Sistematika Konstitusi RIS yang terdiri atas mukadimah (4 alinea), 6 bab, 197
pasal, dan lampiran.
Konstitusi RIS
Mukadimah
Bab I
Negara Republik
Serikat
Bagian I : Bentuk dan kedaulatan
Bagian II : Daerah Negara
Bagian III : Lambang dan Bahasa
Negara
Bagian IV : Kewargaan dan
Penduduk Negara
Bagian V : Hak-hak dan Kebebasan-
kebebasan Dasar Manusia
Bagian VI : Asas-asas Dasar
Ketentuan Umum
Bagian I : Pemerintah
Bagian II : Senat
Bagian III : DPR
Bagian IV : Mahkamah Agung
Bagian V : Dewan Pengurus
Keuangan
Bagian I : Daerah-daerah Bagian
Babakan I : Ketentuan Umum
Babakan 2 : Negara-negara
Babakan 3 : Satuan kenegaraan yang
tegak sendiri yang bukan
negara
Babakan 4 : Daerah-daerah yang bukan
daerah-daerah bagian dan
distrik Federal Jakarta
Bagian II : Pembagian penyelenggaraan
pemerintah antara RIS dengan daerah-
daerah bagian
Babakan 1 : Pembagian
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Babakan 2 : Perhubungan keuangan
Babakan 3 : Hak-hak dan Kewajiban-
Babakan 4 : Daerah-daerah Swapraja
Bab II
Republik Indonesia
Serikat dan Daerah-
Bab III
Perlengkapan RIS
Bagian I : Ketentuan-
ketentuan Umum
Bagian II : Perundang-
undangan
Bagian III : Pengadilan
Bagian I : Perubahan
Bagian II : Ketentuan-ketentuan
Peralihan
Bagian III : Ketentuan-ketentuan
Penutup
Bagian V : Pemandangan Umum
Bagian IV : Keungan
Babakan 1 : Hal uang
Babakan 2 : Pengawasan Keuangan
Federal-Anggaran
Pertanggungjawaban gaji
Bab IV
Pemerintahan
Bab V
Konstituante
Bab VI
Peruabahan, ketentuan-
ketentuan Peralihan
dan Ketentuan-ketentuan
Penutup
Lampiran : Pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang
dibenarkan kepada RIS menurut pasal 51 KRIS
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
39
Berdirinya negara RIS telah mengarah pada status negara bagian, dengan
wilayah sebagaimana bunyi pasal 2 Konstitusi RIS. UUD 1945 sejak tanggal
27 Desember 1949 hanya berstatus undang-undang Republik Indonesia.
Wilayah negara Republik Indonesia sesuai persetujuan Renville (17 Januari
1948) meliputi Negara-negara Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur,
Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan.
a. Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan Menurut
Konstitusi RIS (1949 - 1950)
Menurut Konstitusi RIS, Muka-
dimah alinea ke-3, pasal 1 ayat (1) dan
pasal 2 bentuk negara serta bentuk
pemerintahan Indonesia adalah:
1)
Bentuk negara adalah federasi
(negara serikat). Negara serikat
ialah suatu negara yang terdiri
atas gabungan beberapa negara
bagian (yang melepaskan se-
bagian kekuasaannya kepada
negara serikat).
2)
Republik Indonesia Serikat merupakan negara hukum yang demokrasi
dan berbentuk federasi.
3)
Wilayah RIS meliputi seluruh daerah Indonesia, yaitu negara Republik
Indonesia (sesuai perundingan Renville), satuan-satuan kenegaraan yang
tegak berdiri (Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat,
Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur)
dan daerah lain yang bukan daerah-daerah bagian (Padang, Subang, Kota
Waringin).
1.
Bunyi alinea ketiga Mukadimah Konstitusi RIS antara lain:
“maka demi
ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang
berbentuk republik federasi, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.”
PENGAYAAN
Gambar 2.4
Upacara penandatanganan
Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur
56, Jakarta.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 1
40
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
2.
Bunyi pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS ialah
“Republik Indonesia Serikat yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk
federasi.”
3.
Pasal 2 Konstitusi RIS menetapkan
RIS meliputi seluruh daerah Indonesia,
yaitu daerah bersama negara RIS, satuan-satuan kenegaraan yang tegak berdiri
dan daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.
b. Sistem Pemerintahan Menurut Konstitusi RIS
Sistem pemerintahan yang ber-
laku pada masa Konstitusi RIS ialah
sistem kabinet parlementer. Ciri-ciri
pemerintahan pada masa Konstitusi
RIS, antara lain:
1)
Kekuasaan kedaulatan rakyat
Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama de-
ngan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Senat (pasal 1 ayat (2)).
2)
Presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi tanggung jawab kebijak-
sanaan pemerintah berada di tangan menteri-menteri, baik secara
bersama-sama untuk seluruh maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri-sendiri (pasal 118 ayat (1)).
3)
Kabinet yang dipimpin Perdana Menteri, bertanggung jawab kepada
parlemen.
4)
Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak
parlemen.
5)
Masa jabatan kabinet tidak ditentukan dengan pasti lamanya.
6)
Kabinet sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh parlemen, sebaliknya
pemerintah dapat membubarkan parlemen atau DPR bila dianggap tidak
menyuarakan kehendak rakyat dan tidak representatif.
7)
RIS menganut sistem perwakilan bikameral (dua kamar) yaitu senat
(perwakilan daerah) dan DPR. Senat (dua orang per daerah) bersama
pemerintah dan DPR berwenang mengubah konstitusi RIS, menetapkan
undang-undang federal dan anggaran belanja RIS. Senat juga berwenang
memberi pertimbangan/nasihat kepada pemerintah baik diminta
maupun tidak.
Gambar 2.5
Kabinet Republik Indonesia
Serikat (RIS), Desember 1949.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 1
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
41
UUDS RI 1950
Mukadimah
Bagian I : Bentuk Negara dan
Kedaulatan
Bagian II : Daerah Negara
Bagian III : Lambang dan Bahasa
Negara
Bagian IV : Hak-hak dan Kebebasan-
kebebasan Dasar
Manusia
Bagian V : Asas-asas Dasar
Bab I Negara
Republik Indonesia
Bagian I : Pemerintahan
Ketentuan Umum
Bagian II : Dewan Perwakilan Rakyat
Bagian III : Mahkamah Agung
Bagian IV : Dewan Pengawas
Keuangan
Bab II Alat-alat
Perlengkapan Negara
Bagian II : Perundang-undangan
Bagian I : Pemerintahan
Bagian III : Pengadilan
Bagian V : Hubungan Luar Negeri
Bagian I : Perubahan
Bagian II : Ketentuan-ketentuan
Peralihan
Bagian III : Ketentuan Penutup
Bagian VI : Pertahanan Negara dan
Keamanan Umum
Bagian IV : Keuangan
Babakan 1: Hal uang
Babakan 2: Urusan Keuangan
Anggaran
pertanggungjawaban gaji
Bab III Tugas Alat-alat
Perlengkapan Negara
Bab V Konstituante
Bab VI Perubahan, Ketentuan
Ketentuan Peralihan dan
Ketentuan-ketentuan Penutup
Bab IV Pemerintah
Daerah dan Daerah-
daerah Swapraja
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (17
Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Bagan 2.3
Sistematika UUDS Republik Indonesia 1950 terdiri dari Mukadimah (4 alinea), 6
bab, dan 146 pasal.
42
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Negara RIS bukanlah bentuk
negara yang dicita-citakan seluruh
rakyat Indonesia. Rakyat menuntut
kembali kepada negara kesatuan. Ter-
jadilah penggabungan diri kepada
negara Republik Indonesia. Hal ini
dimungkinkan oleh pasal 44 Konsti-
tusi RIS dan UU Darurat No.11 Tahun
1950 tentang Tata Cara Perubahan
Susunan Kenegaraan Wilayah RIS
dan Lembaran Negara No.16 Tahun
1950. Oleh karena itu, terbentuklah
tiga negara yaitu Republik Indonesia, Indonesia Timur, dan Sumatera Timur.
Mereka bermusyawarah untuk membentuk Negara Kesatuan Republik In-
donesia yang mencapai kata sepakat pada tanggal 19 Mei 1950. Piagam
Persetujuan ditandatangani Perdana Menteri RIS (Indonesia Timur dan
Sumatera Timur) Drs. Moh. Hatta dan Abdul Hakim (wakil dari pemerintah
Republik Indonesia). Piagam tersebut menjadi bahan rancangan UUDS
Republik Indonesia (30 Juni 1950) yang diajukan kepada DPR, Senat, dan
Badan Pekerja KNIP serta kemudian menjadi UUDS Republik Indonesia.
Perubahan Konstitusi RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia (UUDS RI) ditetapkan dengan Undang-Undang Federal
No.7 Tahun 1950 dan Lembaran Negara 56 Tahun 1950 pasal 1.
a. Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan Menurut
UUDS 1950
Negara Kesatuan adalah bentuk negara yang dikehendaki UUDS 1950.
Pengertian negara kesatuan pada UUDS 1950 sesuai dengan pengertian yang
tercantum dalam UUD 1945. Beberapa landasan dalam UUDS 1950 yang
menjelaskan bentuk negara dan pemerintahan adalah:
1)
Alinea keempat Mukadimah, yang berbunyi
“Maka, demi ini kami
menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk
republik kesatuan, . . .”
2)
Pasal 1 ayat (1), menyatakan
“Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat
ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk kesatuan.”
3)
Pasal 131 ayat (1), menyatakan
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah
besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom) dengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam
sistem pemerintahan negara.”
Gambar 2.6
Konfrensi segitiga RIS-NT-RI di
Jakarta, menuju kepada pembentukan
negara kesatuan.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
43
Pasal ini menunjukkan bentuk republik kesatuan berdasarkan sistem
desentralisasi.
4)
Alinea keempat Mukadimah dan pasal 1 ayat (1) menunjukkan
bentuk
pemerintahan yang dianut ialah republik.
5)
Pasal 1 ayat (2) menunjukkan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak berdasarkan absolutisme. Negara memiliki kekuasaan yang dibatasi undang-
undang atas kekuasaan yang diserahkan oleh rakyat kepada pemerintah bersama-
sama dengan DPR.
UUDS 1950 telah mencapai harapan rakyat Indonesia untuk menolak
bentuk kerajaan (monarki) dan republik serikat (republik federal). Kehendak
bangsa Indonesia adalah “Negara hukum republik (unitaris) Indonesia yang
demokratis.”
b. Sistem Pemerintahan Menurut UUDS 1950
Indonesia pada masa UUDS 1950 menganut sistem pemerintahan
parlementer (demokrasi liberal parlementer).
Selanjutnya bagaimanakah ciri-ciri lain pemerintahan parlementer pada
masa UUDS 1950? Marilah kita menyimak uraian Drs. Sukarna tentang hal
ini dalam
“Sistem Politik Indonesia”
. Inti uraiannya adalah sebagai berikut:
1)
Adanya pembagian kekuasaan antara legislatif (parlemen/DPR),
eksekutif (perdana menteri beserta kabinet), dan yudikatif (Mahkamah
Agung)
Kedudukan Presiden menurut UUDS 1950 hanya mempunyai kekuasaan
yudikatif yaitu memberikan grasi, amnesti, dan abolisi berdasarkan
pertimbangan dari Mahkamah Agung. Presiden sebagai kepala negara
hanya berfungsi menunjuk formatur yang bertugas membentuk kabinet.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Bila terdapat mosi tidak
percaya dari parlemen terhadap seorang menteri atau kabinet, maka
menteri harus diganti atau kabinet bubar atas persetujuan parlemen.
Setelah itu, Perdana Menteri menyerahkan mandat kepada Presiden
untuk menunjuk formatur baru.
Dalam pemerintahan demokrasi liberal parlementer terdapat partai
politik yang terlalu banyak dan sistem pemilu yang proporsional. Oleh
karena itu, dalam parlemen tidak tercapai fraksi mayoritas sebagai hasil
pemilu yang dimenangkan oleh partai mayoritas. Faktor ini menyebabkan
sering terjadinya pergantian kabinet sehingga program-programnya tidak
terselesaikan pada waktunya. Masalah lain adalah Konstituante (badan
yang bertugas membuat UUD) tidak dapat menyelesaikan tugasnya
karena munculnya perbedaan pendapat tentang dasar negara. Saat itu
44
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
partai-partai Islam menghendaki Pancasila dikaitkan dengan ajaran Is-
lam, sedangkan partai-partai PNI, Parindra, Partai Kristen Indonesia,
Partai Katolik, dan PKI menghendaki Pancasila saja (yang sebenarnya
bagi PKI penerimaan Pancasila hanya bersifat sementara saja).
2)
Pemerintahan secara Konstitusional (Konstitusi 1950)
Pemerintahan menurut Konstitusional memuat:
a)
Falsafah Negara Pancasila (dalam Pembukaan UUDS 1950).
b) Struktur organisasi negara yaitu Parlemen, Mahkamah Agung,
Presiden, Dewas Pengawas Keuangan, dan Konstituante.
c)
Pasal untuk mengubah UUD.
d) Hak-hak asasi manusia.
Dalam UUDS 1950, hak-hak asasi manusia yang mendasar dimasukkan
lebih rinci, termasuk salah satunya adalah kemerdekaan berserikat.
Dampak dari kemerdekaan berserikat ini, jumlah partai tak terbatas dan
parpol diperbolehkan membentuk yang baru, sehingga rakyat terbagi-
bagi dalam parpol yang satu sama lain berbeda asas dan tujuan. Sebagian
besar parpol tidak mendasarkan pada Pancasila sehingga UUDS yang
berdasarkan Pancasila tidak dapat mengikat dasar dan tujuan parpol.
UUDS 1950 tidak dapat mengikat seluruh warga negara karena pengaruh
demokrasi liberal barat (Belanda dan Perancis), sistem banyak partai dan
sistem pemilu proporsional model Revolusi Perancis (dengan semboyan
egalite
/persamaan,
liberate
/kemerdekaan, dan
freternite
/persaudaraan).
Kekacauan politik terjadi karena kurang terhayatinya makna semboyan
tersebut, sehingga menafsirkan kemerdekaan individu itu tidak mengenal
batas. Hal ini bertentangan dengan slogan “kemerdekaan itu adalah
pertanggungjawaban” (
liberty is responsibility
). Bila saja parpol-parpol
melandaskan diri pada Pancasila, tujuannya sama dengan UUDS 1950,
jumlah parpol terbatas, pemilu menganut sistem distrik, dan konstituante
berhasil menyusun UUD yang tetap, maka kekacauan-kekacauan politik
tidak akan terjadi.
3)
Pemerintah berdasarkan hukum (
Rule of Law
)
Tiga asas
rule of law
ialah:
a)
Supremacy of law
(hukum yang tertinggi).
b)
Equality before the law
(persamaan di muka hukum).
c)
Protection of human rights
(perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia).
Supremasi hukum UUDS 1950 belum mengikat seluruh warga negara,
ormas, dan parpol. Hal ini dikarenakan belum adanya undang-undang
tentang ormas dan parpol yang mengakibatkan beragamnya ideologi dan
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
45
menyebabkan pertentangan. Sistem politik secara konstitusional kurang
dapat mendukung pembangunan politik, ekonomi, sosial, budaya,
hankam, dan agama. Demikian pula warga negara menafsirkan
persamaan di depan hukum itu menyangkut kepada persamaan
kesempatan dalam politik, pengembangan ideologi, ekonomi, budaya,
dan sosial. Persamaan kesempatan dalam pengembangan ideologi di In-
donesia termasuk berkembangnya PKI yang bertentangan dengan
Pancasila setelah pemilu 1955. Dalam hal hak asasi manusia sesuai paham
liberalisme yang antara lain menyangkut kemerdekaan perorangan (hak
asasi pribadi) diartikan kemerdekaan perorangan yang tanpa batas. Oleh
karena itu, banyak sekali pemikiran-pemikiran tokoh politik yang bersifat
memecah belah persatuan dan kesatuan.
4)
Manajemen terbuka (
Open Management
)
Partisipasi masyarakat dalam pemilu 1955 dilakukan secara tidak
langsung dengan memilih orang-
orang yang tidak dikenalnya. Hal ini
mengakibatkan anggota-anggota
parlemen kurang menyuarakan
aspirasi rakyat. Pertanggungjawaban
anggota parlemen ditujukan bagi
pimpinan partai politik dan ideologi
politik bukan kepada rakyat. Per-
tanggungjawaban keamanan, ke-
tertiban, kesejahteraan, dan keadilan
dari eksekutif kepada rakyat belum
sesuai dengan harapan rakyat. Ini
terbukti dengan masih banyak
pemberontakan, kekurangan san-
dang, pangan, papan, dan pertentangan-pertentangan politik.
Dukungan beberapa organisasi politik yang tergabung dalam fraksi
mayoritas di DPR terhadap kabinet koalisi tidak selalu mantap karena
pecahnya koalisi partai mengakibatkan kabinet koalisi bubar. Kontrol
masyarakat dari suprastruktur (DPR) atau dari infrastruktur (Parpol dan
ormas) sering bertujuan ganda. Tujuan ganda yang dimaksud yaitu untuk
menjaga agar pemerintah sesuai dengan undang-undang dan melindungi
hak asasi manusia serta untuk mempercepat pemerintahan koalisi
berganti sehingga partai-partai oposisi dapat menggantinya.
5)
Partai politik
Terdapat lebih dari 20 partai politik dengan bermacam-macam ideologi
menimbulkan pertentangan ekstrim. Akibatnya banyak parpol
Gambar 2.7
Pemilihan umum pertama
(tahun 1955) diikuti oleh banyak partai,
organisasi, dan perorangan.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka
46
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
menghendaki perubahan dasar negara, baik secara legal konstitusional
maupun inkonstitusional melalui tindakan subversif dan
Coup d’atat
.
Dengan adanya pertentangan parpol, maka program-program
pemerintah tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Konstituante
hasil pemilu 1955 tidak dapat menyelesaikan undang-undang dasar
karena tidak ada kesepakatan tentang dasar negara antara golongan
komunis dengan golongan agama.
6)
Pemilu sistem proporsional dengan banyak partai
Pemilihan umum sistem proporsional dengan banyak partai akan
berakibat:
a)
Hasil pemilu tidak menghasilkan partai mayoritas yang berhak
membentuk pemerintah karena tanpa dukungan DPR.
b) Koalisi partai-partai tidak bertahan lama sehingga ada kabinet yang
berkuasa hanya dua bulan.
c)
Banyak program pemerintah dan pembangunan di segala bidang
tidak dapat dilaksanakan karena waktu pemerintahan hanya berjalan
sebentar.
d) Pemerintahan labil, karena terjadi perpecahan antara partai-partai
koalisi dan setelah Pemilu 1955 muncul pemberontakan-
pemberontakan. Misalnya PRRI dan Permesta, DI dan TII (dari tahun
1949), sehingga anggaran belanja untuk pemulihan keamanan dan
ketertiban cukup besar.
e)
Perbedaan ideologi beberapa parpol menimbulkan perpecahan dan
pemberontakan.
f)
Adanya partai oposisi atau penentang pemerintah, karena ada per-
bedaan kepentingan antara partai koalisi dengan partai yang sedang
memerintah.
g) Partai-partai oposisi melakukan kritik-kritik yang destruktif untuk
menggantikan pemerintah. Orientasi parpol ditujukan kepada politik
ideologi yang mengangkat diri tidak terikat oleh undang-undang
dasar.
h) Melalui mosi tidak percaya, kabinet parlementer dengan sistem
koalisi tidak dapat menjalankan administrasi negara secara efektif.
i)
Tujuan negara dan masyarakat adil makmur yang merata bagi
seluruh rakyat tidak dapat diwujudkan.
j)
Kedudukan Presiden hanya sebagai simbol atau sebagai kepala
negara saja, bukan kepala pemerintahan.
k) Tidak terbentuknya para ahli dalam kabinet karena keanggotaan
ditentukan oleh kedekatan dengan pimpinan parpol bukan keahlian
atau pendidikannya.
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
47
l)
Dalam pemilu sistem proporsional serta multipartai rakyat kurang
mengenal anggota kabinet dan parlemen karena hanya mengenal
tanda gambarnya.
m) Kabinet koalisi parlementer tidak menjamin kesinambungan
pemerintah untuk menyelenggarakan administrasi negara guna
mencapai tujuan negara, dan terdapat labilitas politik, ekonomi, sosial
budaya, dan hankam.
1)
Pasal 83 menyatakan bahwa (1) “
Presiden dan wakil presiden tidak dapat
diganggu gugat
.” (2) “
Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah; baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri
.”
2)
Pasal 84 menjelaskan bahwa
presiden berhak membubarkan DPR dan
pemerintah mengadakan pemilihan DPR yang baru
. Sebagai imbalannya
kabinet (menteri-menteri) dapat dibubarkan oleh DPR, bila DPR
menyatakan tidak percaya atas kebijaksanaan pemerintah yang
dijalankan para menteri. Kedudukan presiden ditentukan alat-alat
perlengkapan negara yaitu presiden dan wakil presiden, menteri-menteri,
DPR, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan.
3)
Pasal 45 menyatakan bahwa
presiden dalam melakukan kewajibannya dibantu
oleh seorang wakil presiden
.
4)
Pasal 51 menjelaskan bahwa
presiden menunjuk seorang atau beberapa or-
ang Pembentuk Kabinet (Formatur Kabinet)
.
5)
Pasal 89 menyatakan bahwa
yang memegang kekuasaan legislatif adalah
pemerintah bersama DPR (sistem satu kamar/monocameral
).
6)
Pasal 57 menyatakan bahwa
anggota-anggota DPR dipilih dalam suatu
pemilihan umum oleh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat
dan menurut aturan-aturan yang ditetapkan
.
7)
Pasal 58 menyatakan bahwa
golongan minoritas Tionghoa, Eropa dan Arab
mempunyai wakil minimal 9, 6, dan 3 anggota di DPR
.
8)
Pasal 136 menyatakan bahwa
pemerintah mengangkat anggota DPR dari
golongan minoritas (bukan keturunan penduduk asli) dengan memenuhi
golongan masing-masing
.
9)
Pasal 62 menyatakan bahwa
DPR memilih seorang ketua dan seorang/beberapa
wakil ketua yang perlu mendapat pengesahan presiden selama belum terbentuk
ketua dan wakil ketua, maka rapat DPR dipimpin anggota yang tertua umurnya
.
PENGAYAAN
48
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
10) Pasal 65 mengatur
tentang sidang DPR yang dapat diadakan bila pemerintah,
ketua DPR atau minimal sepersepuluh jumlah anggota DPR berkehendak
.
11) Pasal 66 menyatakan bahwa
rapat DPR terbuka untuk umum, kecuali bila
ketua/minimal 10 anggota DPR mengusulkan rapat itu tertutup
.
12) Pasal 71 mengatur
tentang hak imunitas DPR. Anggota DPR dan menteri-
menteri tidak dapat dituntut di muka Hakim/Pengadilan atas apa yang
diucapkannya dalam rapat
.
13) Pasal 75 mengatur
tentang syarat pengambilan keputusan, jika dihadiri oleh
lebih dari 1/2 jumlah anggota sidang
.
14) Pasal 63 mengatur
tentang sumpah jabatan anggota-anggota badan pekerja di
hadapan ketua konstituante menurut cara agamanya
.
4. Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
(Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Berakhirnya sistem pemerintahan parlementer (1959) berlanjut dengan
sistem demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin diterapkan di Indonesia
sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dekrit Presiden itu
berisi tiga hal, yaitu:
a.
Pembubaran Konstituante.
b.
Berlakunya kembali UUD 1945.
c.
Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dijadikan dasar hukum berlakunya UUD 1945.
Sejak saat itu ketatanegaraan Indonesia semestinya berdasar kepada UUD
1945. Namun pada pelaksanaannya,
sejarah menunjukkan bahwa masih
terjadi penyimpangan terhadap UUD
1945, Pancasila dan ketentuan konsti-
tuasional. Bertitik tolak dari hal itu,
maka timbul kesadaran yang
melahirkan Orde Baru. Orde Baru
bertekad melaksanakan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekuen. Sistem
Pemerintahan yang berlaku ber-
dasarkan demokrasi Pancasila (ke-
giatan pemerintah dan rakyat ber-
dasarkan kepada Pancasila sebagai
sumber segala sumber hukum).
Gambar 2.8
Presiden Soekarno sedang
membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
di Istana Merdeka, Jakarta.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 2
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
49
a. Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan Menurut
UUD 1945 (Setelah 5 Juli 1959)
Bentuk negara menurut UUD 1945 yaitu negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi.
Desentralisasi
artinya pemerintah pusat memberi kesempatan
dan kekuasaan kepada daerah-daerah di Indonesia untuk mengurus rumah
tangganya sendiri. Bentuk pemerintahannya adalah republik yang berarti
pemerintah harus dilaksanakan untuk kepentingan rakyat. Baik bentuk negara
maupun bentuk pemerintahan tersebut tidak berbeda dengan kandungan
UUD 1945 pada masa 18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949.
Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 mencerminkan bentuk
pemerintahan Republik ialah alinea keempat, pasal 1 ayat (1), pasal 6 ayat
(2), dan pasal 7. Untuk mewujudkan kepentingan umum, kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia meliputi pasal-pasal 27 sampai dengan
34 UUD 1945.
b. Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 (Setelah
Dekrit 5 Juli 1959)
UUD 1945 pada masa Orde Baru (sebelum perubahan UUD 1945)
menganut sistem pemerintahan presidensial yang diterangkan dalam
Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok pemerintahan. Untuk lebih
memahaminya dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.
Berdasarkan bagan kelembagaan tinggi negara di atas, dapat dilihat
mekanisme hubungan kelembagaan antara MPR-Presiden-DPR, dan sistem
pemerintahan negara Republik Indonesia.
Adapun tujuh susunan pokok sistem pemerintahan negara Republik In-
donesia sebelum perubahan UUD 1945, yaitu:
1)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtsstaat)
. Indonesia sebagai negara hukum berperan dalam
mencapai tujuan nasional dan memenuhi ciri-ciri negara hukum yang
berlaku umum yaitu adanya pengakuan hak asasi manusia, asasi legalitas
dan peradilan yang bebas serta tidak memihak.
Bagan 2.4
Struktur pemerintahan sebelum perubahan UUD 1945.
UUD 1945
MPR
Presiden
DPR
BPK
DPA
MA
50
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
2)
Pemerintahan berdasarkan sistem konstitusional
(hukum dasar) yaitu
kekuasaan yang dibatasi undang-undang.
3)
Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat
.
MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia menetapkan UUD
dan GBHN, serta mengangkat presiden dan wakil presiden. Majelis
memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedangkan presiden harus
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah
ditetapkan MPR. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib
menjalankan putusan-putusan MPR dan bertanggung jawab kepada
MPR.
4)
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah
Majelis
. Presiden bertanggung jawab atas jalannya pemerintahan yang
dipercayakan kepadanya dan bertanggung jawab kepada MPR.
5)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
. Presiden bekerja sama dengan
DPR dalam pembuatan undang-undang dan APBN, tetapi tidak
tergantung kepada DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti
pada sistem parlementer, DPR pun tidak dapat menjatuhkan presiden
karena presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6)
Menteri Negara ialah pembantu presiden, tidak bertanggung jawab kepada DPR
.
Pengangkatan dan pemberhentian menteri negara adalah wewenang
presiden. Menteri tersebut sebagai pembantu presiden yang bertanggung
jawab kepada presiden (sistem kabinet Presidensial).
7)
Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas. Di samping bertanggung jawab
kepada MPR, presiden juga harus memperhatikan suara DPR. Anggota
DPR merangkap anggota MPR, sehingga DPR dapat mengawasi tindakan
presiden. Jika dewan menganggap bahwa presiden sungguh-sungguh
melanggar haluan negara, maka Dewan dapat mengundang Majelis
untuk persidangan istimewa guna meminta pertanggungjawaban
presiden. Tindakan presiden yang dibatasi oleh pengawasan DPR
merupakan usaha untuk mencegah terjadinya absolutisme (kekuasaan
tidak terbatas).
Dalam periode ini terdapat ciri-ciri pemerintahan berdasarkan demokrasi
Pancasila, yaitu:
1)
Pemerintahan konstitusional (berdasarkan UUD 1945) yang mengakui
adanya asas supremasi hukum, persamaan di muka hukum dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
2)
Partai politik terdiri dari Partai Persatuan Pembangunan (fusi, dari NU,
PERTI/Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Partai Muslimin Indonesia, Partai
Sarikat Islam Indonesia); Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indo-
nesia (fusi dari PNI, Partai Katolik Indonesia, Partai Kristen Indonesia,
dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia). Setelah berlakunya UU
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
51
No. 3 tahun 1985 dasar organisasi politik partai-partai politik adalah
Pancasila dan UUD 1945. Setelah pemilu tahun 1987 kontestan pemilu
mulai berorientasi kepada program bukan kepada dasar partai masa
silam. Partai-partai yang mendukung berlakunya Undang-Undang No.
3 tahun 1985 adalah:
a)
Golongan Karya (Golkar) didukung oleh kekuatan-kekuatan
KORPRI (
±
3,7 juta Pegawai Negeri); jutaan kader fungsional dan
kader penggerak teritorial desa; cendikiawan Perguruan Tinggi;
ormas yang mempunyai dasar dan tujuan sama dengan Golkar, yaitu
MDI, MKGR, KOSGORO, SOKSI, AMS, AMPI; organisasi profesional
seperti IKADIN, IDI, PGRI; para donatur yang cukup kuat dan
kekuatan kepemimpinan intern Golkar mulai dari tingkat atas sampai
tingkat komisariat. Presiden dan wakil presiden sebagai ketua dan
wakil dewan pembina serta beranggotakan menteri, gubernur, ketua
dewan pertimbangan, bupati/walikota, ketua dewan penasihat;
kekuatan sosial ekonomi budaya; dukungan masyarakat; perangkat
pemerintah desa yang dibantu BINMAS dan BABINSA serta rakyat
yang memiliki kesadaran perkembangan politik di Indonesia.
b) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) didukung oleh kekuatan
sebagian besar umat Islam; ulama-ulama Islam yang berpengaruh;
santri-santri; rakyat desa dan kota yang berkeyakinan P3 identik
dengan Islam; kekuatan-kekuatan yang mengusahakan berlakunya
syariat Islam di Indonesia; dan partai-partai yang berfungsi beserta
ormasnya (Parmusi, PSII, Perti, NU).
c)
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) didukung oleh kekuatan PNI
dengan ormasnya GMNI, GSNI, GPM, Partai Katolik Indonesia,
PMKRI, Parkindo dengan ormas Mahasiswa Pancasila; para
pendukung Suryadi; kaum intelektual dari PNI, Parkindo, IPKI dan
Partai Katolik Indonesia; kader-kader DPP PDI; keluarga Bung Karno
seperti Rahmawati Soekarnoputri dan para donatur PDI yang
mempunyai kekuatan ekonomi.
3)
Pemilu sistem daftar, gabungan sistem proporsional dan sistem distrik
dengan kelebihan serta kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan:
a)
Menurut pengalaman Pemilu 1971 sampai dengan 1987, selalu meng-
hasilkan partai mayoritas, sehingga ada jaminan pemerintahan stabil
yang didukung kekuatan mayoritas di MPR dan DPR.
b) Pemilu menghitung suara keseluruhan tanpa ada yang terbuang.
c)
Dalam sistem daftar diusahakan adanya orang-orang yang
berpengaruh di masyarakat sebagai peraih suara.
52
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
d) Berusaha mewujudkan orang-orang yang dipilih betul-betul
representatif dari daerah pemilihnya.
Kelemahan:
a)
Bila partai mayoritas tidak tercapai, maka perlu membentuk koalisi
partai untuk membentuk pemerintahan yang didukung mayoritas
koalisi. Hal ini dapat menimbulkan politik dagang sapi (
bargaining
position
) untuk menduduki jabatan penting di pemerintahan.
b) Orang-orang yang terdaftar kurang dikenal masyarakat.
c)
Karena daerah pemilihannya seluas beberapa provinsi, maka
kampanye bersifat masal dan lintas kabupaten yang kurang
menguntungkan keamanan para kontestan.
d) Menelan biaya besar untuk transportasi dan alat propaganda politik.
e)
Banyak menyita waktu, tenaga dan biaya pihak aparat keamanan.
4)
Manajemen terbuka tampak dalam keikutsertaan rakyat dalam pemilu,
pertanggungjawaban pemerintah mandataris MPR kepada MPR,
pertanggungjawaban dari kepala daerah dan pemerintah desa kepada
rakyat secara langsung. Di samping itu, adanya pengawasan dari rakyat
terhadap pemerintah di bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
5)
Terdapat komunikasi dua arah antara rakyat dan pemerintah melalui
media dan DPR.
6)
Adanya kebebasan pers yang bebas dan bertanggung jawab yang
mengacu kepada Pancasila serta UUD 1945. Kebebasan itu tidak
melepaskan adat istiadat masyarakat Indonesia, tapi mempunyai
tanggung jawab terhadap kelestarian nilai dan norma-norma masyarakat
yang religius serta berbudaya.
7)
Masih banyak kendala, misalnya masih kurangnya kesadaran hukum
individu dan organisasi sosial serta politik berkaitan dengan kurangnya
tingkat pendidikan di masyarakat; penggunaan segala cara dalam pemilu
yang bertentangan dengan undang-undang menimbulkan bentrokan
fisik, janji-janji politik yang tidak terpenuhi; masih belum terlihat pro-
gram-program organisasi politik yang senafas dengan Pancasila dan UUD
1945; kurang memadainya dana bagi organisasi politik dan pengkaderan;
perekonomian belum matang, masih bergantung kepada bantuan luar
negeri dengan beban utang dari APBN yang mudah dijadikan isu politik
yang menimbulkan keresahan politik; masih banyaknya perpecahan
disebabkan isu SARA; dan budaya paternalistik serta feodalistik dalam
penentuan keputusan lebih banyak disebabkan rasa hormat kepada yang
dianggap Bapak atau asal keturunan lebih, bukan berdasarkan hak suara
individu.
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
53
5. Perubahan UUD 1945 (19 Oktober 1999 -
sekarang)
Bagan 2.5
Sistematika UUD 1945 (pasca perubahan) terdiri atas Pembukaan dan pasal-
pasal (21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan).
Tanpa penjelasan.
UUD 1945
(Pasca Perubahan)
Pembukaan (Preambul)
Bab I Bentuk dan Kedaulatan
Bab II MPR
Bab III
Kekuasaan Pemerintahan Negara
Bab IV (Dihapus,
sebelumnya DPA)
Bab V Kementerian Negara
Bab VI Pemerintahan Daerah
Bab VII Dewan Perwakilan Rakyat
Bab VIIA Dewan Perwakilan Daerah
Bab VIIB Pemilihan Umum
Bab VIII Hal Keuangan
Bab VIIIA
Badan Pemeriksa Keuangan
Bab IX Kekuasaan Kehakiman
Bab IXA Wilayah Negara
Bab X
Warga Negara dan Penduduk
Bab XA
Hak Asasi Manusia
Bab XI Agama
Bab XII
Pertahanan dan Keamanan
Negara
Bab XIII
Pendidikan dan Kebudayaan
Bab XVI
Perubahan Undang-undang Dasar
Aturan Peralihan
Aturan Tambahan
Bab XIV
Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial
Bab XV
Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan
54
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Setelah jatuhnya pemerintahan
Orde Baru di bawah presiden
Soeharto, (21 Mei 1998), maka
lahirlah masa reformasi. Masa refor-
masi (masa era global, menurut Drs.
Syahrial Syarbaini, M.A.) telah
melampaui empat kali pergantian
presiden.
Pertama
, yaitu Presiden B.J.
Habibie dengan nama
Kabinet
Reformasi Pembangunan. Kedua
, Presi-
den Abdurrahman Wahid dengan
nama
Kabinet Persatuan Nasional.
Ketiga
, Presiden Megawati Soekarno-
putri dengan nama
Kabinet Gotong
Royong. Keempat
, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dengan nama
Kabinet Indonesia Bersatu.
Agenda penting yang telah terjadi pada masa reformasi ialah berhasilnya
UUD 1945 diamandemen dengan empat kali perubahan. Berdasarkan sejarah
bahwa dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Kontituante gagal membentuk UUD
baru. Demikian pula pasca G-30 S/PKI era Orde Baru, kedudukan UUD 1945
semakin kuat dalam sistem pemerintahan dan kenegaraan dengan
dikukuhkannya TAP MPR yang mempersulit perubahan UUD 1945.
Ketetapan-ketetapan MPR tersebut yaitu TAP MPR No.I/MPR/1983 tentang
Ketetapan dan Kehendak untuk Tidak Mengubah UUD 1945 serta
Melaksanakannya Secara Murni dan Konsekuen; dan TAP MPR No.IV/MPR/
1983 tentang Referendum.
a. Tuntutan Reformasi
Pada awal Reformasi berkembang tuntutan reformasi dari berbagai
komponen bangsa, termasuk mahasiswa dan pemuda. Tuntutan itu antara
lain:
1)
Amendemen UUD 1945.
2)
Penghapusan doktrin dwifungsi ABRI.
3)
Penegakkan supremasi hukum, penghormatan HAM dan pemberantasan
KKN.
4)
Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi
daerah).
5)
Mewujudkan kebebasan Pers.
6)
Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Gambar 2.9
Salah satu presiden pada
masa reformasi sedang diambil sumpah,
pada Sidang Umum MPR 1999.
Sumber
:
Tempo 5 Agustus 2001
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
55
b. Latar Belakang Perubahan UUD 1945
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi perubahan UUD 1945, antara
lain:
1)
Struktur ketatanegaraan sebelumnya bertumpu pada kekuasaan tertinggi
di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal
ini menimbulkan tidak terjadinya saling mengawasi dan saling mengim-
bangi (
checks and balances
) pada lembaga-lembaga ketatanegaraan.
2)
Kekuasaan dominan berada di tangan presiden. Pada diri presiden
terpusat kekuasaan menjalankan pemerintahan yang dilengkapi hak
prerogatif (antara lain memberi grasi, amnesti, abolisasi, dan rehabilitasi)
dan kekuasaan legislatif. Dua cabang kekuasaan negara yang seharusnya
dipisahkan dan dilaksanakan oleh lembaga negara yang berbeda, tapi
ternyata berada di satu tangan (presiden). Hal ini berakibat tidak
bekerjanya prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (
checks
and balances
) serta berpotensi mendorong lahirnya kekuasaan otoriter.
3)
Dalam UUD 1945 sebelumnya terdapat pasal-pasal multitafsir (tafsiran
beragam), misalnya terhadap pasal 6 dan 7 UUD 1945 sebelum perubahan.
4)
Terlalu banyaknya (UUD 1945 sebelum perubahan) memberikan
kewenangan kepada kekuasaan presiden dalam mengatur hal-hal penting
dengan UU. Kekuasaan legislatif presiden dapat merumuskan hal-hal
penting, misalnya pengaturan tentang BPK, MA, HAM dan Pemda
disusun oleh kekuasaan presiden dalam bentuk pengajuan rancangan
undang-undang ke DPR.
5)
Rumusan UUD 1945 sebelum perubahan belum cukup mendukung
semangat penyelenggaraan negara yang berdasarkan kehidupan
demokratis, supermasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan
HAM dan otonomi daerah. Hal itu membuka peluang praktik
penyelenggaraan negara yang sesuai Pembukaan UUD 1945, misalnya
praktek monopoli (pasal 33 UUD 1945), kurangnya kebasan berekspresi
parpol dan ormas, dan penyelenggaraan pemilu hanya merupakan
persyarakatan demokrasi formal, karena seluruh proses dan tahapannya
dikuasai oleh pemerintah.
c. Tujuan Perubahan UUD 1945
Tujuan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945) untuk:
1)
Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam
mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945
dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.
56
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
2)
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan
kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan
perkembangan paham demokrasi.
3)
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak
asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi
manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat
bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945.
4) Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara
demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang
lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi yang lebih
ketat serta transparan, dan bentukan lembaga-lembaga negara yang baru
untuk mengokomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan
zaman.
5)
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan
kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencedaskan
kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan
mewujudkan negara sejahtera.
6)
Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan
negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan
demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum.
7)
Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan
berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan serta
kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasa ini sekaligus mengako-
modasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.
d. Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan Menurut
UUD 1945 (Pasca Perubahan)
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 yang dilakukan MPR, merupakan bentuk tuntutan reformasi. Hal ini
juga sejalan dengan pidato Ir. Soekarno dalam rapat PPKI tanggal 18 Agustus
1945. Beliau menyatakan antara lain,
“bahwa ini adalah sekedar Undang-undang
Dasar Sementara, Undang-undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan
pula, inilah revolutie grondwet. Nanti kita membuat Undang-undang Dasar yang
lebih sempurna dan lengkap.”
Adapun dasar yuridis perubahan tersebut ialah
pasal 37 UUD 1945. Oleh karena itu, sebelum melakukan perubahan, MPR
terlebih dulu mencabut Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentan Refer-
endum, yang tidak sesuai dengan cara yang diatur pasal 37.
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
57
Terdapat lima kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan UUD 1945
yaitu:
1)
Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Tahun 1945 (UUD 1945).
2)
Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)
Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
4)
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat hal-hal normatif
akan dimasukkan kedalam pasal-pasal.
5)
Melakukan perubahan dengan cara
adendum
(artinya perubahan itu
dilakukan dengan tetap mempertahankan naskah asli UUD 1945 sesuai
dengan yang terdapat dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959
dan naskah perubahan diletakkan melekat pada naskah asli).
Dengan kesepakatan tersebut, maka bentuk negara Indonesia adalah
Negara Kesatuan dan bentuk pemerintahannya ialah republik. Bentuk negara
dan bentuk pemerintahan diatur dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (1) , dan pasal
37 ayat (5) yang berbunyi:
1)
Pasal 1 ayat (1):
“Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk
republik.”
2)
Pasal 37 ayat (5):
“Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indo-
nesia, tidak dapat dilakukan perubahan.”
e. Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945
Sistem Pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang
dianut oleh UUD 1945 (pasca perubahan). Ciri-ciri dari sistem pemerintahan
ini, antara lain:
1)
Presiden dan wakil presiden merupakan satu institusi (lembaga)
penyelenggara kekuasaan eksekutif dibawah Undang-undang Dasar.
2)
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan
bertanggung jawab kepada rakyat.
3) Presiden dan/atau wakil presiden dapat diminta pertanggung-
jawabannya secara hukum bila melakukan pelanggaran hukum dan
konstitusi.
4) Bila terjadi kekosongan jabatan presiden atau wakil presiden,
pengisiannya dilakukan melalui pemilihan dalam sidang MPR.
5)
Para menteri adalah pembantu presiden dan wakil presiden. Mereka
diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab
kepada presiden.
58
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
6)
Masa jabatan presiden adalah lima tahun. Sesudahnya dapat dipilih
kembali sebagai presiden untuk satu kali masa jabatan.
7)
Presiden tidak tunduk kepada parlemen. Presiden dan parlemen tidak
dapat saling menjatuhkan/membubarkan.
8)
Tidak dikenal adanya pembedaan antara fungsi kepala negara dan kepala
pemerintahan pada presiden.
Dalam pemerintahan masa Reformasi (era global) telah terjadi perubahan
mendasar dari pemerintahan Orde Baru, antara lain:
1)
Adanya penguatan fungsi legislatif dan berkurangnya kewenangan
presiden.
2)
Adanya pemberdayaan DPR secara keseluruhan dengan telah direvisinya
UU politik tahun 1985 menjadi UU Nomor 2/1999 tentang Partai Politik,
UU Nomor 3/1999 tentang Pemilu dan UU Nomor 4/1999 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR/DPR/DPRD, dan penguatan kedudukan
DPR secara mendasar dalam amandemen pertama dan kedua UUD 1945,
serta adanya perubahan secara teknis peraturan tata tertib DPR-RI Nomor
16/DPR-RI/1999-2000.
3)
Pemisahan pimpinan DPR dari pimpinan MPR (pasal 17 ayat 2),
menjadikan DPR lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan lebih
efektif dan efisien dalam melaksanakan tugasnya.
4) Dihapusnya lembaga
recall
, sehingga DPR lebih leluasa dalam
memperjuangkan aspirasinya tanpa tekanan (karena dapat diberhentikan
sebagai anggota DPR disebabkan alasan politis, misalnya berbeda
pendapat dengan fraksi/pimpinan partai atau memojokkan pemerintah).
5)
Lembaga legislatif DPR dapat menjalankan fungsi legislatif, pengawasan,
penetapan anggaran dan budget secara optimal. DPR mempunyai hak-
hak seperti meminta keterangan pada presiden, mengadakan
penyelidikan, mengadakan perubahan atas RUU/UU, mengajukan RUU,
mengajukan pernyataan pendapat, mengajukan/menganjurkan
seseorang untuk jabatan tertentu, jika ditentukan oleh suatu perundangan
dan menentukan anggaran DPR.
6)
Dengan prosedur tata cara penyampaian hak DPR dan hak anggota DPR
sebagaimana diatur dalam SK DPR-RI Nomor 16/DPR-RI/1999-2000
pasal 145 sampai dengan 175, tentang hak meminta keterangan, dengan
10 tanda tangan tanpa harus mempertimbangkan jumlah fraksi (aturan
lama harus 20 tanda tangan mewakili lebih dari satu fraksi) DPR berhasil
menggunakan hak meminta keterangan kepada presiden atas likuidasi
Departemen Sosial dan Departemen Penerangan, pemecatan dua menteri
dan hak mengadakan penyelidikan atas kasus
Bulog-gate
dan
Bruneigate
.
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
59
7)
Hasil sidang tahunan MPR 2000 berupa TAP MPR Nomor VII/MPR/
2000, menegaskan peran DPR dalam pengangkatan panglima TNI dan
KAPOLRI. Pengangkatan dan pemberhentian Panglima TNI dan
KAPOLRI oleh presiden harus dengan persetujuan DPR (Pasal 3 ayat [3]
dan pasal 7 ayat [3]).
8)
Kewenangan MPR terbatas menjadi tiga yaitu mengubah UUD, melantik
presiden dan wakil presiden serta
impeachment
(pemberhentian presiden
dan wakil presiden).
9)
Perubahan pertama UUD 1945 telah mengubah pasal 7 menjadi “
Presiden
dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya satu kali masa jabatan
”.
10) Menurut pasal 7B perubahan UUD 1945, presiden boleh berhenti bila
melanggar hukum yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, yang
terlebih dahulu diusulkan oleh DPR kepada MPR kemudian diadili oleh
Mahkamah Konstitusi. Usul pemberhentian harus diambil dalam sidang
paripurna MPR yang dihadiri 3/4 dan disetujui 2/3 dari anggota yang
hadir.
11) Tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden diatur oleh Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/2002 (Tap ini telah mencabut TAP MPR Nomor
VI/MPR/1999 dan TAP MPR Nomor II/MPR/1973).
12) Berdasarkan perubahan keempat UUD 1945, kedudukan, fungsi dan
peranan DPA telah dihapuskan dalam kelembagaan negara. Sebelum DPA
dibubarkan ada pendapat yang mengatakan bahwa DPA hanya memiliki
hak memberikan saran dan nasihat kepada presiden, tanpa aturan jelas
bagaimana bentuk tanggung jawab DPA, sekalipun DPA telah mendapat
fasilitas yang sama seperti pejabat negara lainnya. Di samping itu, belum
ada catatan sejarah republik yang menyatakan presiden sungguh-
sungguh memperhatikan saran DPA.
13) Keanggotaan MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, yang dipilih
melalui pemilu (tidak ada yang diangkat).
14) BPK adalah badan yang bebas dan mandiri, keanggotaannya dipilih oleh
DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh
presiden. Ketuanya dipilih oleh anggotanya.
15) Berdasarkan perubahan UUD 1945 kekuasaan kehakiman menganut
sistem bifurkasi
yaitu kekuasaan kehakiman yang terbagi ke dalam dua
cabang yaitu peradilan biasa (MA) dan peradilan konstitusi (Mahkamah
Konstitusi), yang menguji tindakan badan legislatif dan eksekutif sesuai
dengan konstitusi.
60
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
KEGIATAN
2 . 1
Dengan perubahan UUD 1945, maka demokrasi pada masa reformasi
menuntut adanya pemberdayaan lembaga-lembaga tinggi negara dan segenap
potensi rakyat. Dalam perubahan UUD 1945 Pembukaan UUD 1945 tetap
tidak berubah. Ini berarti Pancasila sebagai dasar negara menjadi dasar untuk
mengatur kehidupan bernegara dan menjadi sumber pedoman peraturan
perundang-undangan. Sistem pemerintahan demikian mengacu kepada
prinsip dasar demokrasi Pancasila yang mengakui kebebasan bertanggung
jawab. Demokrasi Pancasila juga melahirkan kreatifitas potensi bangsa yang
berdasarkan:
1) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
2)
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
3)
Sikap menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab.
4)
Terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa.
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kalian telah mempelajari berbagai konstitusi dan ketatanegaraan
Indonesia. Diskusikanlah dengan temanmu, kemudian tulislah
dalam buku tulismu tentang bentuk negara dan pemerintahan,
serta sistem pemerintahan pada beberapa konstitusi berikut ini!
No.
Konstitusi
Jumlah pasal
Bentuk
Bentuk
Sistem
negara
pemerintahan
pemerintahan
1.
UUD 1945
(1945-1949)
2.
Konstitusi
RIS
3.
UUDS 1950
4.
UUD 1945
(11-3-1966
s/d 21-5-1998)
5.
Perubahan
UUD 1945
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
61
B. Penyimpangan-Penyimpangan terhadap
Konstitusi-Konstitusi di Indonesia
Berbagai penyimpangan terhadap konstitusi-konstitusi di Indonesia,
dibedakan atas dua kurun waktu, yaitu:
1.
Sejak ditetapkannya UUD 1945 oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sampai
berlakunya konstitusi RIS 27 Desember 1949.
2.
Sejak diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai sekarang, yang
terbagi atas masa Orde Lama, Orde Baru, dan masa Era Global
(Reformasi).
Pelaksanaan berlakunya konstitusi-konstitusi di Indonesia (UUD 1945 I,
Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan UUD 1945 II) telah melahirkan berbagai
penyimpangan secara konstitusional dalam kehidupan ketatanegaraan RI.
Berikut ini akan diuraikan contoh penyimpangan-penyimpangan itu.
1. Berbagai Penyimpangan Pada Awal
Kemerdekaan
a. Periode 1945-1949
Pada awal kemerdekaan negara Indonesia masih dalam masa peralihan
hukum dan pemerintahan, yang bertekad mempertahankan kemerdekaan
yang baru diproklamasikan. Segala perhatian ditujukan untuk memenangkan
kemerdekaan sehingga dalam pelaksanaan UUD 1945 terjadi penyimpangan-
penyimpangan konstitusional.
Sistem pemerintahan belum dilaksanakan sepenuhnya. Pada saat itu,
berlaku pasal IV Aturan Peralihan yang menetapkan segala kekuasaan negara
dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional (sebelum MPR,
DPR dan DPA dibentuk menurut UUD 1945). Penyimpangan konstitusional
yang terjadi pada awal kemerdekaan yaitu:
1)
Komite Nasional Pusat berubah fungsi dari pembantu presiden menjadi
badan yang diserahi kekuasaan legislatif yang ikut menentukan Garis-
Garis Besar Haluan Negara, atas dasar Maklumat Wakil Presiden Nomor
X tanggal 16 Oktober 1945.
2)
Adanya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet
parlementer, setelah dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14
November 1945. Akibatnya dibentuklah kabinet yang pertama negara
RI yang dipimpin Perdana Menteri Sutan Syahrir.
62
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Pemerintahan parlementer tidak
berjalan sebagaimana harapan
Maklumat Pemerintahan 14 Novem-
ber 1945, karena keadaan politik dan
keamanan negara, misalnya pencu-
likan Perdana Menteri Sutan Syahrir
2 Oktober 1946, serangan umum
Belanda tahun 1947, dan pem-
berontakan PKI Madiun. Kejadian ini
memaksa presiden untuk mengambil
alih kekuasaan menjadi sistem
pemerintahan presidensial.
b. Periode Konstusi RIS (27 Desember 1949-17
Agustus 1950)
Periode ini ditandai dengan berlakunya negara Republik Indonesia
Serikat sebagai akibat perjanjian Konferensi Meja Bundar, yang isinya:
1)
Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat.
2)
Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada negara
Republik Indonesia Serikat.
3)
Didirikannya Uni antara RIS dan kerajaan Belanda.
Berdirinya negara RIS dengan
Konstitusi RIS (yang terdiri dari
Mukadimah 4 alinea, 6 bab, 197 pasal
dan lampiran) sebagai undang-
undang dasarnya, menimbulkan
penyimpangan, antara lain:
1)
Negara RI hanya berstatus se-
bagai salah satu negara bagian,
dengan wilayah kekuasaan da-
erah sebagaimana dalam per-
setujuan Renville dan sesuai
dengan bunyi pasal 2 Konstitusi
RIS.
2)
UUD 1945 sejak tanggal 27 Desember 1949 hanya berstatus sebagai UUD
negara bagian RI.
3)
Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi liberal.
4)
Berlakunya sistem parlementer yaitu pemerintahan bertanggung jawab
kepada parlemen (DPR). Pemerintahan dikepalai seorang Perdana
Menteri, sedangkan Presiden sebagai Kepala Negara.
Gambar 2.10
Sutan Sjahrir sebagai Ketua
Badan Pekerja KNIP sedang memimpin
rapat.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 1
Gambar 2.11
Suasana sidang Konferensi
Meja Bundar di Ridderzaal, Den Haag,
Belanda.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 1
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
63
5)
Sebagai akibat sistem parlementer, kabinet tidak mampu melaksanakan
programnya dengan baik dan dinilai negatif oleh DPR.
6)
Terjadinya pertentangan politik di antara partai-partai politik saat itu
(yang bercorak agama, nasionalis, kedaerahan dan sosialis, dengan sistem
multipartai).
Negara bagian bukanlah bentuk negara yang diharapkan oleh seluruh
rakyat Indonesia, sehingga timbul reaksi rakyat untuk kembali ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Satu persatu negara bagian menggabungkan
diri kepada negara RI, yang berpusat di Yogyakarta.
Penggabungan negara berdasarkan pasal 44 Konstitusi RIS 1949 dan
Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan
Susunan Kenegaraan Wilayah RIS, Lembaran Negara No. 16 Tahun 1950
(mulai berlaku 9 Maret 1950). Akibat penggabungan ini, maka Negara RIS
hanya memiliki tiga negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Kemudian Negara RI dan RIS
(wakil Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur) bermusyawarah
untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Musyawarah antara negara RI
dan RIS mencapai kata sepakat untuk
membentuk negara kesatuan pada
tanggal 19 Mei 1950. Kesepakatan itu
dituangkan dalam Piagam Perse-
tujuan RI-RIS, yang oleh Dr. Moh.
Hatta (pemegang mandat dua negara
bagian) dan Mr. A. Halim (peme-
rintah RI).
Pada tanggal 15 Agustus 1950, menurut pasal 1 UU No. 7 Tahun 1950
ditetapkan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara Republik In-
donesia (dikenal dengan UUDS 50 yang terdiri dari 4 alinea, 6 bab, dan 146
pasal). UUDS 50 ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
c. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli
1959)
Sejak berlakunya UUDS 1950, maka tidak berlaku lagi UUD 1945, karena
negara kesatuan tidak mengenal UUD lain. UUD 1945 dikenal sebagai
dokumen sejarah sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Gambar 2.12
Musyawarah antara Republik
Indonesia dan Republik Serikat, dalam
rangka pembentukan negara kesatuan.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 2
64
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Ciri pemerintahan pada masa UUDS 1950 adalah:
1)
Berlaku sistem kabinet parlementer, yang menimbulkan tujuh kali
pergantian kabinet (dari 1950-1959) yaitu:
a)
Kabinet Natsir, (6 September 1950 - 27 April 1951)
b) Kabinet Sukiman, (27 April 1951 - 3 April 1952)
c)
Kabinet Wilopo, (3 April 1952 - 30 Juli 1953)
d) Kabinet Ali Sastroamidjoyo, (30 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)
e)
Kabinet Burhanudin Harahap, (12 Agustus 1955 - 24 Maret 1956)
f)
Kabinet Ali Sastroamidjoyo, (24 Maret 1956 - 9 April 1957)
g) Kabinet Djuanda, (9 April 1957 - 10 Juli 1959)
2)
Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat (pasal 83 ayat 1
UUDS 1950).
3) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah, baik bersama-sama untuk keseluruhan maupun masing-
masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. (pasal 83 ayat (2) UUDS 1950).
4) Presiden berhak membubarkan DPR, dengan ketentuan harus
mengadakan pemilihan DPR baru dalam 30 hari.
5.
Dilaksanakannya pemilu yang
pertama setelah Indonesia mer-
deka, yaitu pada masa kabinet
Burhanudin Harahap (1955).
Pemilu dilaksanakan dua kali
yaitu:
a)
29 September 1955 untuk me-
milih anggota DPR.
b) 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante.
(Konstituante bersama pemerintah petugas membuat rancangan
UUD sebagai pengganti UUDS 1950, secepat-cepatnya sebagaimana
tertuang dalam pasal 134 UUDS 1949).
6)
Konstituante gagal menetapkan UUD yang tetap sebagai pengganti
UUDS 1950. Kegagalan ini dianggap oleh Presiden Soekarno dapat
membahayakan keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara. Oleh
karena itu, dengan dukungan sebagian besar rakyat Indonesia, presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang kembalinya kepada
UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan UUD 1945; Batang Tubuh 16
bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan).
Gambar 2.13
Pelaksanaan pemilu pertama
setelah Indonesia merdeka, pada tahun
1955.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
65
2. Berbagai Penyimpangan Pada Masa Orde Lama
(1959-1965)
Pada masa Orde Lama lembaga-lembaga negara MPR, DPR, DPA dan
BPK masih dalam bentuk sementara, belum berdasarkan undang-undang
sebagaimana ditentukan oleh UUD 1945. Beberapa penyimpangan yang
terjadi pada masa Orde Lama, antara lain:
a.
Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif (bersama
DPR) telah mengeluarkan ketentuan perundangan yang tidak ada dalam
UUD 1945 dalam bentuk penetapan presiden tanpa persetujuan DPR.
b.
Melalui Ketetapan No. I/MPRS/1960, MPR menetapkan pidato presiden
17 Agustus 1959 berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita”
(Manifesto
Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN bersifat tetap. Hal ini tidak
sesuai dengan UUD 1945.
c.
MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini
bertentangan dengan UUD 1945, karena DPR menolak APBN yang
diajukan oleh presiden. Kemudian presiden membentuk DPR-Gotong
Royong (DPR-GR), yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden.
d.
Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955, karena DPR menolak
APBN yang diajukan oleh presiden. Kemudian presiden membentuk
DPR-Gotong Royong (DPR-GR), yang anggotanya diangkat dan
diberhentikan oleh presiden.
e.
Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri-menteri negara,
termasuk pimpinan MPR kedudukannya sederajat dengan menteri.
Sedangkan presiden menjadi anggota DPA.
Gambar 2.14
Pidato
Presiden Soekarno mengenai
Penemuan Kembali Revolusi
Kita.
Sumber
:
30 Tahun Indonesia Merdeka 2
66
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
f.
Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi terpimpin.
g.
Berubahnya arah politik luar negeri dari bebas dan aktif menjadi politik
yang memihak salah satu blok.
Beberapa penyimpangan tersebut mengakibatkan tidak berjalannya
sistem sebagaimana UUD 1945, memburuknya keadaan politik, keamanan
dan ekonomi sehingga mencapai puncaknya pada pemberontakan G-30-S/
PKI. Pemberontakan ini dapat digagalkan oleh kekuatan-kekuatan yang
melahirkan pemerintahan Orde Baru.
Demokrasi terpimpin merupakan sistem politik kediktatoran dengan
prinsip-prinsip:
1.
Pemusatan kekuasaan pada satu tangan yaitu presiden sebagai pemegang
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
2.
MPR(S), DPR(S), MA masing-masing diketuai menteri pembantu presiden
sehingga dikatakan inkonstitusional. Di samping itu, yang sangat
inkonstitusional ialah Bung Karno menjadikan Pancasila menjadi
Trisila
(Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) dan diperas lagi menjadi
Ekasila
(Gotong Royong).
3.
Pemerintahan berdasarkan kekuasaan, hukum dianggap bukan yang
tertinggi melainkan Presiden sebagai Panglima Besar Revolusi.
4.
Manajemen tertutup pada saat setelah Dekrit 5 Juli 1959 sampai dengan
11 Maret 1966. Rakyat tidak melakukan pemilu, badan perwakilan politik,
MPR dan DPR diangkat presiden berdasarkan usul-usul dari partai-partai
politik. Hal ini mendorong ditetapkannya presiden seumur hidup dan
pidato presiden 17 Agustus 1959 dijadikan GBHN. Partisipasi rakyat
dibatasi, perusahaan-perusahaan swasta tidak berkembang sehingga
perekonomian suram dan pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dengan ajaran-ajaran Bung Karno (
Di Bawah Bendera Revolusi I dan II
)
tidak berdasar.
5.
Fungsi partai-partai politik tidak berjalan karena kontrol masyarakat
dihadang oleh undang-undang subversif, dan partai-partai politik setia
kepada Bung Karno sehingga tidak mampu memberikan kritik.
6.
Kurang dilindungi hak-hak asasi manusia di bidang politik, sosial,
ekonomi, dan budaya, karena dianggap sebagai liberalisme yang
menentang konsep demokrasi terpimpin.
PENGAYAAN
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
67
7.
Adanya pers terpimpin yang mengacu kepada penolakan hal-hal yang
bersifat liberal, sehingga media pers banyak memuat komunisme dan
ajaran Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) Bung Karno.
8.
Komunikasi satu arah yang terjadi dari pemerintah terhadap rakyat,
sehingga rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasinya dan merasakan
adanya penekanan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam.
3. Berbagai Penyimpangan Pada Masa Orde Baru
(1965-1998)
Orde Baru sebagai pemerintahan yang berniat mengoreksi penyele-
wenangan di masa Orde Lama dengan menumbuhkan kekuatan bangsa,
stabilitas nasional dan proses pembangunan, bertekad melaksanakan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Bentuk koreksi terhadap Orde Lama, yaitu
melalui:
a.
Sidang MPRS yang menghasilkan:
1)
Pengukuhan Supersemar melalui Tap. No. IX/MPRS/1966. (Lahirnya
Supersemar dianggap sebagai lahirnya pemerintahan Orde Baru).
2)
Penegasan kembali landasan Kebijakan Politik Luar Negeri Republik
Indonesia (TAP No. XII/MPRS/1966).
3)
Pembaharuan Kebijakan Landasan Bidang Ekonomi, Keuangan, dan
Pembangunan (TAP No. XXIII/MPRS/1966).
Gambar 2.15
Pengambilan sumpah Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden
oleh Ketua MPRS, 12 Maret 1967. Awal dimulainya pemerintahan Orde Baru.
Sumber
:
30 Tahun ABRI
68
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
4)
Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya (TAP No. XXV/MPRS/1966).
5)
Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno
(TAP No. XXXIII/MPRS/1966).
6)
Pengangkatan Soeharto sebagai Presiden sampai dengan terpilihnya
Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum (TAP No. XLIV/MPRS/1968).
b.
Pembentukan undang-undang oleh Pemerintah bersama DPR terdiri dari:
1)
UU No. 3 Tahun 1967 tentang DPA yang diubah dengan UU No. 4 Tahun
1978.
2)
UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu.
3)
UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD.
4)
UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, dan UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA.
5)
UU No. 5 Tahun 1973 tentang Susunan dan Kedudukan BPK.
c.
Pembahasan rancangan undang-undang tentang pemilu yang
memutuskan 12 persetujuan, yaitu:
1)
Jumlah anggota DPR tidak boleh dibesar-besarkan.
2)
Ada perimbangan antara wakil dari Pulau Jawa dan luar Jawa.
3)
Diperhatikannya faktor jumlah penduduk.
4)
Ada anggota yang diangkat dan yang dipilih.
5)
Setiap kabupaten dijamin satu wakil.
6)
Persyaratan tempat tinggal calon harus dihapuskan.
7)
Yang diangkat adalah wakil dari ABRI dan sebagian sipil.
8)
Jumlah anggota MPR yang diangkat sepertiga dari seluruh anggota MPR.
9)
Jumlah anggota DPR adalah 460 terdiri dari 360 yang dipilih dan 100
yang diangkat.
10) Sistem pemilu adalah perwakilan berimbang sederhana.
11) Sistem pencalonan adalah stelsel daftar.
12) Daerah pemilihan adalah Daerah Tingkat I.
Di samping koreksi tersebut pemerintahan Orde Baru telah melakukan
berbagai penyimpangan, antara lain:
a.
Dalam praktek pemilihan umum, terjadi pelanggaran misalnya:
1)
Terpengaruhnya pilihan rakyat oleh campur tangan birokrasi.
2)
Panitia pemilu tidak independen.
3)
Kompetisi antarkontestan tidak leluasa.
4)
Penghitungan suara tidak jujur.
5)
Kampanye terhambat oleh aparat keamanan/perizinan.
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
69
6)
TPS dibuat di kantor-kantor.
7)
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari kerja.
8)
Pemilih pendukung Golkar diberi formulir A-B, 5 sampai 10 lembar
seorang.
b.
Di bidang politik, antara lain:
1)
Ditetapkannya calon resmi partai politik dan Golkar dari keluarga
presiden atau yang terlibat dengan bisnis keluarga presiden, dan calon
anggota DPR/MPR yang monoloyalitas terhadap presiden (lahirnya
budaya paternalistik/kebapakan dan feodal gaya baru).
2)
Tidak berfungsinya kontrol dari lembaga kenegaraan politik dan sosial,
karena didominasi kekuasaan presiden/eksekutif yang tertutup sehingga
memicu budaya korupsi kolusi dan nepotisme.
3)
Golkar secara terbuka melakukan kegiatan politik sampai ke desa-desa,
sedangkan parpol hanya sampai kabupaten.
4)
Ormas hanya diperbolehkan berafiliasi kepada Golkar.
5)
Berlakunya demokrasi terpimpin konstitusional (Eep Saefulloh Fatah,
1997: 26).
c.
Di bidang hukum, antara lain:
1)
Belum memadainya perundang-undangan tentang batasan kekuasaan
presiden dan adanya banyak penafsiran terhadap pasal-pasal UUD 1945.
2)
Tidak tegaknya supremasi hukum karena penegak hukum tidak
konsisten, adanya mafia peradilan, dan banyaknya praktek korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Hal ini tidak menjamin rasa adil, pengayoman
dan kepastian hukum bagi masyarakat.
3)
Ada penyimpangan sekurang-kurangnya 79 Kepres (1993-1998) yang
dijadikan alat kekuasaan sehingga penyelewengan terlindungi secara
legal dan berlangsung lama (hasil kajian hukum masyarakat transparansi
Indonesia).
d.
Di bidang ekonomi, antara lain:
1)
Perekonomian nasional sebagai-
mana diamanatkan pasal 33
UUD 1945 tidak terpenuhi,
karena munculnya pola mono-
poli terpuruk dan tidak bersaing.
Akses ekonomi kerakyatan
sangat minim.
Gambar 2.16
Kepres mengenai mobil
nasional merupakan salah satu
penyimpangan Orde Baru di bidang ekonomi.
Sumber
:
Tempo Maret 2003
70
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
2)
Keberhasilan pembangunan yang tidak merata menimbulkan kesen-
jangan antara yang kaya dan miskin serta merebaknya KKN.
3)
Bercampurnya institusi negara dan swasta, misalnya bercampurnya
jabatan publik, perusahaan serta yayasan sehingga pemegang kekuasaan
dan keuntungan menjadi pemenang serta mengambil keuntungan secara
tidak adil. Sebagai contoh kasus-kasus Kepres Mobil Nasional, Institusi
Bulog, subordinasi Bank Indonesia, dan proteksi Chandra Asri.
4)
Adanya korporatisme yang bersifat sentralis, ditandai oleh urbanisasi
besar-besaran dari desa ke kota atau dari daerah ke pusat. Korporatisme
ialah sistem kenegaraan dimana pemerintah dan swasta saling
berhubungan secara tertutup satu sama lain, yang ciri-cirinya antara lain
keuntungan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir pelaku ekonomi
yang dekat dengan kekuasaan, dan adanya kolusi antara kelompok
kepentingan ekonomi serta kelompok kepentingan politik.
5)
Perkembangan utang luar negeri dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Menurut Dikdik J. Rachbini (2001:17-22) pada tahun 1980-
1999 mencapai 129 miliar dolar AS, yang berarti aliran modal ke luar
negeri pada masa ini mencapai angka lebih dari seribu triliun. Sementara
kebijakan utang luar negeri tercemar oleh kelompok pemburu
keuntungan yang berkolusi dengan pemegang kekuasaan. Kebijakan
pemerintah dianggap benar, sedangkan kritik dan partisipasi masyarakat
lemah. Kombinasi utang luar negeri pemerintah dengan swasta (yang
memiliki utang luar negeri berlebihan) menambah berat beban
perekonomian negara kita.
6)
Tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang ditandai naiknya harga
kebutuhan pokok dan menurunnya daya beli masyarakat. Krisis ini
melahirkan krisis politik, yaitu ketidakpercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan Soeharto.
Gambar 2.17
Gerakan
reformasi yang dipelopori para
mahasiswa dan didukung oleh
rakyat, bisa merontokkan
pemerintahan Orde Baru.
Sumber
:
Tempo 25 April 2004
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
71
Krisis ekonomi yang berkepanjangan, besarnya utang yang harus dipikul
oleh negara, meningkatnya pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan
sosial, menumbuhkan krisis di berbagai bidang kehidupan. Hal ini
mendorong timbulnya gerakan masyarakat terhadap pemerintah, yang
dipelopori oleh para mahasiswa dan dosen. Demonstrasi besar-besaran pada
tanggal 20 Mei 1998 merupakan puncak keruntuhan Orde Baru, yang diakhiri
dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada B.J. Habibie
pada tanggal 21 Mei 1998.
4. Berbagai Penyimpangan Pada Era Global
(Reformasi)
Berbagai penyimpangan telah terjadi selama era Reformasi, antara lain:
a.
Belum terlaksananya kebijakan pemerintahan Habibie karena pembuatan
perudang-undangan menunjukkan secara tergesa-gesa, sekalipun
perekonomian menunjukkan perbaikan dibandingkan saat jatuhnya
Presiden Soeharto.
b.
Kasus pembubaran Departemen Sosial dan Departemen Penerangan pada
masa pemerintahan Abdurachman Wahid, menciptakan persoalan baru
bagi rakyat banyak karena tidak dipikirkan penggantinya.
c.
Ada perseteruan antara DPR dan Presiden Abdurachman Wahid yang
berlanjut dengan Memorandum I dan II berkaitan dengan kasus “
Brunei
Gate
” dan “
Bulog Gate
”, kemudian MPR memberhentikan presiden karena
dianggap melanggar haluan negara.
d.
Baik pada masa pemerintahan Abdurachman Wahid maupun Megawati,
belum terselesaikan masalah konflik Aceh, Maluku, Papua, Kalimantan
Tengah dan ancaman disintegrasi lainnya.
e.
Belum maksimalnya penyelesaian masalah pemberantasan KKN, kasus-
kasus pelanggaran HAM, terorisme, reformasi birokrasi, pengangguran,
pemulihan investasi, kredibilitas aparatur negara, utang domestik,
kesehatan dan pendidikan serta kerukunan beragama.
Pada masa reformasi MPR telah mengeluarkan ketetapannya untuk
menyelamatkan negara dari permasalahan yang tinggalkan Orde Baru, antara
lain:
a.
TAP Nomor VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR tentang
Referendum.
PENGAYAAN
72
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
KEGIATAN
2. 2
b.
TAP Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan
Nasional sebagai Haluan Negara.
c.
TAP Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas KKN.
d.
TAP Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden
dan Wakil Presiden Indonesia.
e.
TAP Nomor XIV/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi.
f.
TAP Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
g.
TAP Nomor XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara.
h.
TAP Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional.
i.
TAP Nomor I/MPR/2000 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi.
Era Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa
dan bernegara ke arah yang lebih baik. Semangat reformasi di berbagai bidang
telah mengobarkan semangat rakyat dalam pemilihan kepemimpinan
nasional secara demokratis, yakni dengan berhasilnya pelaksanaan pemilihan
umum 2004.
Era Reformasi juga telah menghasilkan perubahan I-IV UUD 1945, yang
akan mempertegas prinsip-prinsip konsistensi dalam membangun sistem
pemerintahan masyarakat dan negara yang demokratis. Penyimpangan
konstitusional tidak kita harapkan. Kepentingan masyarakat menuntut
adanya pelaksanaan yang optimal dari lembaga politik (DPR), lembaga tinggi
negara, para menteri dan segenap aparatur negara terhadap berbagai
perubahan serta tantangan masa depan.
Setelah menyimak berbagai penyimpangan konstitusional,
dapatkah kalian menemukan keberhasilan pembangunan dalam
setiap periode pemerintahan? Lakukanlah diskusi dan tanya
jawab kepada para pakar atau orang tua kalian untuk mengetahui
adanya berbagai keberhasilan pembangunan di bawah
kepemimpinan:
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
73
a.
Presiden Soekarno
b.
Presiden Soeharto
c.
Presiden B.J. Habibie
d.
Presiden Abdurachman Wahid
e.
Presiden Megawati Soekarnoputri
f.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
C. Hasil-Hasil Perubahan UUD 1945
Masa Reformasi memberi harapan besar bagi terciptanya penye-
lenggaraan negara dan pemerintahan yang baik. Banyak desakan dan tuntutan
dari berbagai komponen bangsa untuk mengadakan perubahan terhadap
UUD 1945. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa UUD 1945 belum
cukup memuat landasan untuk terciptanya kehidupan demokrasi,
pemberdayaan rakyat dan penghormatan hak asasi manusia. Di samping itu,
masih terdapat pasal-pasal yang multitafsir dan kemerosotan di berbagai
bidang kehidupan nasional. Misalnya membuka peluang penyelenggaraan
negara yang otoriter, sentralistik, tertutup, dan KKN.
Perubahan UUD 1945 bertujuan menyempurnakan aturan dasar:
1.
Tatanan negara.
2.
Kedaulatan rakyat.
3.
Hak Asasi Manusia.
4.
Pembagian kekuasaan.
5.
Kesejahteraan sosial.
6.
Eksistensi negara demokrasi dan negara hukum.
7.
Sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan bangsa
Jadi, UUD 1945 telah mengalami proses pembahasan yang melibatkan
masyarakat, pemerintah, kekuatan sosial politik, dan antarfraksi di MPR. Hal
ini ditindaklanjuti dalam forum rapat-rapat Panitia Ad Hoc, Badan Pekerja
MPR, dan sidang-sidang MPR. Mereka melakukan rapat dengar pendapat
umum (RDPU) dengan pakar hukum tata negara dan pihak perguruan tinggi.
Rapat dengar pendapat umum juga dilakukan dengan asosiasi keilmuan,
lembaga pengkajian, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga swadaya
masyarakat, serta studi banding ke luar negeri. Berikut ini adalah hasil-hasil
perubahan UUD 1945.
74
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
1. Perubahan Kesatu (19 Oktober 1999)
Perubahan kesatu UUD 1945, antara lain:
a.
Pembatasan hak prerogatif presiden dan masa jabatan presiden serta
wakil presiden sebanyak dua kali.
b.
Penegasan kekuasaan legislasi DPR dalam mengangkat Duta Besar dan
menerima Duta Besar negara lain. Dalam memberikan amnesti dan
abolisi, Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR untuk
menciptakan mekanisme
checks and balances
.
2. Perubahan Kedua (18 Agustus 2000)
Perubahan kedua UUD 1945, antara lain:
a.
Penegasan susunan pemerintahan Negara Kesatuan RI terdiri dari
Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, atas dasar
penyelenggaraan prinsip otonomi daerah dengan memperhatikan
kekhususan, keistimewaan, dan keragaman daerah.
b.
Berkaitan dengan pasal 22A, perlu adanya tata cara pembentukan
undang-undang.
c.
Pengaturan tentang hak asasi manusia lebih rinci dan luas.
d.
Terdapat pemisahan secara tegas mengenai lembaga, struktur dan ruang
lingkup antara TNI yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara dan
Polri sebagai alat keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan
hukum.
3. Perubahan Ketiga (9 November 2001)
Perubahan ketiga UUD 1945, antara lain:
a.
Menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, kedaulatan ada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
b.
MPR memiliki kewenangan terbatas, yaitu mengubah dan menetapkan
UUD, hanya melantik dan memberhentikan presiden dan/atau wakil
presiden berdasarkan UUD.
c.
Syarat-syarat dan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung, tata cara pemberhentian presiden dan wakil presiden,
pengaturan bila presiden berhenti, mangkat, diberhentikan, atau tidak
dapat melaksanakan jabatannya digantikan oleh wakil presiden. Bila
terjadi kekosongan wakil presiden, maka MPR selambat-lambatnya
dalam 60 hari memilih wakil presiden yang diajukan oleh presiden.
d.
Menegaskan kedudukan presiden dan DPR sejajar, maka presiden tidak
dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
75
e.
Presiden dalam memberikan persetujuan internasional yang berakibat
luas dan mendasar bagi rakyat harus memperoleh persetujuan DPR.
f.
Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementrian negara diatur
dalam undang-undang.
g.
Ada DPD dan tata cara pemilihannya, kewenangan serta pemberhentian-
nya diatur dalam undang-undang.
h.
Penetapan APBN yang diajukan oleh presiden, harus dibahas dengan
DPR, dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Hal-hal yang berkaitan
dengan keuangan negara harus diatur dengan undang-undang.
i.
Penegasan kewenangan BPK untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara, tata cara penetapan anggota BPK dan
struktur BPK hingga provinsi diatur dalam undang-undang.
j.
Penegasan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,
yang dilakukan Mahkamah Agung, tata cara pemilihan ketua, wakil
ketua, dan Hakim Agung. Ada Komisi Yudisial, kewenangannya, syarat
keanggotaan dan tata cara pengangkatannya; dan Mahkamah Konstitusi,
kewenangannya, syarat-syarat keanggotaan dan cara pengangkatannya.
4. Perubahan Keempat (10 Agustus 2002)
Perubahan keempat UUD 1945, antara lain:
a.
MPR terdiri dari anggota DPP dan DPD hasil pemilu, maka fraksi utusan
golongan dan TNI/Polri tidak lagi berada di MPR. Hal ini menunjukkan
bahwa lembaga perwakilan kualitas keterwakilannya lebih jelas dan
meningkat karena semua anggota MPR dipilih rakyat, serta ada wakil
rakyat yang mewakili aspirasi ruang/wilayah yaitu DPD.
b.
Penegasan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh
rakyat pada putaran kedua dari dua pasangan calon yang memperoleh
suara terbanyak pertama dan kedua.
c.
Mengatur jika presiden dan wakil presiden berhenti, mangkat,
diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan jabatannya. Secara
bersamaan pelaksanaan tugas presiden adalah Menteri Dalam Negeri,
Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya 30 hari setelah itu, MPR bersidang untuk memilih
presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik atau gabungan
partai politik, dari paket calon presiden dan wakil presiden yang meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya.
d. Menghapus lembaga DPA. Presiden dapat membentuk Dewan
Pertimbangan yang diatur dalam undang-undang.
76
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
e.
Negara memiliki Bank Sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab dan independensinya diatur undang-undang; penetapan
macam dan harga mata uang ditetapkan undang-undang.
f.
Penegasan bahwa setiap warga memiliki hak pendidikan, khusus untuk
pendidikan dasar pemerintah wajib membiayainya. Sistem pendidikan
nasional harus meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam upaya mencerdaskan bangsa, 20% dari APBN dan APBD
diutamakan untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional, dan
kewajiban pemerintah untuk memajukan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
g.
Menegaskan kewajiban negara untuk memajukan kebudayaan nasional,
menjamin kebebasan masyarakat untuk mengembangkan nilai-nilai
budayanya, menghormati dan memelihara bahasa daerah.
h.
Perekonomian nasional harus diselenggarakan berdasarkan demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, keadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang diatur dalam undang-
undang.
i.
Negara bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat, memberdayakan masyarakat lemah, menyediakan
fasilitas pelayanan umum dan kesehatan yang layak yang diatur undang-
undang.
j.
Untuk mengubah UUD, diusulkan oleh 1/3 anggota MPR secara tertulis
dan rinci serta dihadiri sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota
MPR. Khusus bentuk Negara Kesatuan tidak boleh diubah.
k.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya pada 17
Agustus 2003, dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan
oleh Mahkamah Agung.
l.
MPR ditugaskan meninjau kembali materi dan status hukum Ketetapan
MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil keputusannya pada sidang
MPR 2003, yang diatur dalam Aturan Tambahan Pasal 1.
D. Sikap Positif terhadap Perubahan UUD
1945
Pengesahan terhadap perubahan UUD 1945 telah menuntaskan reformasi
konstitusi menuju konstitusi yang demokratis. Perubahan terhadap UUD 1945
sangat penting bagi perkembangan sistem demokrasi di Indonesia, dan
mantapnya sistem pemerintahan. Demikian pula terhadap hak asasi manusia,
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
77
konstitusi telah memberi jaminan dan pengakuan sehingga ada upaya untuk
menghindari pelanggaran HAM.
Perkembangan ke arah mantapnya sistem pemerintahan terkait dengan
materi penting dari UUD 1945. Hal ini merupakan bentuk sikap positif dari
pemerintah Indonesia terhadap UUD 1945, seperti praktik berikut ini:
1.
Pembatasan kekuasaan presiden hanya dua kali masa jabatan atau 10
tahun.
2.
Ada penegasan peran DPR dalam memegang kekuasaan membentuk
undang-undang.
3.
Presiden mengangkat/menerima duta dengan pertimbangan DPR.
4.
Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan
Mahkamah Agung, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan DPR.
5.
Desentralisasi pemerintahan melalui pelaksanaan otonomi daerah.
6.
Lengkapnya aturan tentang hak asasi manusia.
7.
MPR tidak lagi memegang kedaulatan rakyat.
8.
Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.
9.
Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR.
10. Terbentuknya Dewan Perwakilan Daerah.
11. Terbentuknya Komisi Yudisial yang mengusulkan pengangkatan hakim
Mahkamah Agung.
12. Terbentuknya Mahkamah Konstitusi yang menguji undang-undang
terhadap Undang-undang Dasar.
13. Komposisi MPR adalah DPR dan DPD yang semuanya dipilih melalui
pemilu.
Sikap positif dari seluruh komponen bangsa ialah melaksanakan UUD
1945 secara konsisten dan konsekuen. Di samping itu, berusaha meningkatkan
pemahaman serta pemasyarakatan yang menyeluruh terhadap UUD 1945.
Berkaitan dengan masuknya rumusan 10 pasal HAM dalam UUD 1945,
menunjukkan adanya jaminan perlindungan yang kuat terhadap hak asasi
warga negara Indonesia. Bangsa Indonesia berpandangan bahwa HAM harus
memperhatikan karakteristik Indonesia dan kewajiban dasar manusia. Hak
Asasi Manusia memuat sikap saling menghormati hak asasi tiap-tiap pihak.
Dengan rumusan HAM diharapkan ada peningkatan kualitas peradaban,
demokrasi, dan kemajuan di berbagai sektor. Hal ini juga ada jaminan
pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan HAM.
Perubahan UUD 1945 sebagai langkah demokratis terhadap penyem-
purnaan UUD 1945 telah memberi pengaruh besar terhadap perubahan
tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
78
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
KEGIATAN
2 . 3
Lakukanlah diskusi kelompok untuk mencari bentuk-bentuk
sikap positif terhadap UUD 1945. Salinlah pada buku tulismu tabel
berikut, untuk melengkapi diskusi kalian!
No.
Pasal-pasal
Topik
Sikap positif terhadap
dalam UUD 1945
pasal UUD 1945
1.
Konstitusi
14. Republik federal
2.
UUD 1945
15. Sistem pemerintahan
3.
Federalisme
16. Legislatif
4.
Republik
17. Eksekutif
5.
Negara kesatuan
18. Yudikatif
6.
Diktator
19. Bentuk pemerintahan
7.
Otonom
20. Bentuk negara
8.
Administratif
21.
Rule of law
9.
Sistem presidensial
22. Reformasi konstitusi
10. Sistem parlementer
23. Amandemen
11. Kabinet
24. Adendum
12. Sistem perwakilan bikameral
25. Sistem bifurkasi
13. Unitarisme
Kata Kunci
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
79
1.
Konstitusi berasal dari bahasa Latin,
constituo
artinya hukum atau prinsip.
2.
Beberapa konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia ialah:
a.
UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949).
b.
Konstitusi RIS (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950).
c.
UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959).
d.
Kembali ke UUD 1945 (11 Maret 1966 - 21 Mei 1998).
e.
Perubahan UUD 1945 (19 Oktober 1999 - Sekarang).
3.
Konstitusi
Bentuk negara
Bentuk pemerintahan
Sistem pemerintahan
UUD 1945 (I)
Kesatuan
Republik
Sistem presidensial
Konstitusi RIS
Federasi
Republik federasi
Sistem kabinet
(negara serikat)
parlementer
UUDS 1950
Kesatuan
Republik
Sistem pemerintahan
parlementer
(demokrasi liberal
parlementer)
UUD 1945 (II)
Kesatuan dengan
Republik
Sistem pemerintahan
sistem desentralisasi
presidensial
Perubahan
Kesatuan
Republik
Sistem pemerintahan
UUD 1945
presidensial
4.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi-konstitusi di Indo-
nesia, antara lain:
a.
Pada awal kemerdekaan
KNIP menetapkan GBHN karena belum terbentuknya MPR dan
sistem kabinet parlementer.
b.
Konstitusi RIS
Negara berstatus negara bagian, UUD-nya pun UUD negara bagian,
berkembang demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan
parlementer.
c.
UUDS 1950
Berlaku sistem kabinet parlementer, presiden dan wakil presiden
tidak bisa diganggu gugat, presiden berhak membubarkan DPR, dan
konstituante gagal menetapkan UUD.
d.
Orde Lama
Presiden membuat penetapan presiden tanpa persetujuan DPR,
pidato presiden 17 Agustus 1959 menjadi GBHN, presiden seumur
RANGKUMAN
80
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
hidup, presiden membubarkan DPR karena menolak APBN,
lembaga-lembaga negara berkedudukan setingkat menteri, berlaku
demokrasi terpimpin dan politik luar negeri Indonesia memihak
salah satu blok.
e.
Orde Baru
Pelanggaran dalam pemilu, penyimpangan dalam bidang politik,
hukum, ekonomi, dan krisis multidimensi.
f.
Era Reformasi
Pembuatan undang-undang yang tergesa-gesa pada pemerintahan
Habibie, pembubaran Departemen Sosial dan Departemen
Penerangan pada pemerintahan Gus Dur, adanya
Brunei Gate, Bulog
Gate
, belum maksimalnya penyelesaian HAM, KKN, penggangguran,
terorisme, dan pemulihan investasi.
5.
Sikap positif pemerintah dan warga negara Indonesia terhadap UUD 1945
ialah melaksanakannya secara konsisten dan konsekuen.
A. Tulislah salah satu jawaban yang paling tepat pada
buku tulismu!
1.
Yang
tidak
termasuk isi dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah . . . .
a.
pembentukan kabinet baru
b.
pembubaran konstituante
c.
pembentukan MPR dan DPR Sementera
d.
Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
2.
Praktik monopoli pada masa Orde Baru merupakan bentuk penyim-
pangan di bidang . . . .
a.
politik
c.
sosial
b.
ekonomi
d.
hukum
3.
Salah satu penyimpangan yang dilakukan pemeritahan Presiden
Soekarno ialah . . . .
a.
Presiden Soekarno diangkat oleh MPRS sebagai presiden seumur
hidup
b.
Ketua DPR merangkap ketua MPR
c.
Pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung
d.
Tidak ada kedudukan yang sederajat antara pimpinan MPR dan
Menteri
Soal-Soal Latihan
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
81
4.
Bentuk negara Indonesia menurut UUD 1945 ialah . . .
a.
kesatuan
c.
republik
b.
serikat
d.
kerajaan
5.
Bentuk pemerintahan menurut UUD 1945 ialah . . . .
a.
republik
c.
aristokrasi
b.
kerajaan
d.
demokrasi
6.
Sistem pemerintahan menurut perubahan UUD 1945 ialah . . . .
a.
parlementer
c.
semi presidensial
b.
presidensial
d.
otoriter
7.
Perubahan UUD 1945 memiliki sistematika . . . .
a.
37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, 2 ayat aturan tambahan, dan
penjelasan
b.
Pembukaan, 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan
2 pasal aturan tambahan
c.
Mukadimah, 6 bab, 197 pasal
d.
Mukadimah, 6 bab, dan 146 pasal
8.
Ciri sistem presidensial pada masa perubahan UUD 1945 ialah . . . .
a.
presiden dipilih oleh MPR
b.
presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat
c.
menteri-menteri bertanggung jawab pada parlemen
d.
masa jabatan presiden tidak dibatasi
9.
Salah satu penyimpangan pada awal kemerdekaan ialah . . . .
a.
UUD tidak ditetapkan oleh MPR
b.
didirikannya negara Indonesia serikat
c.
presiden membubarkan DPR
d.
politik luar negeri memihak salah satu blok
10. Demokrasi terpimpin merupakan bentuk penyimpangan konstitusional
pada masa . . . .
a.
awal kemerdekaan
c.
Orde Baru
b.
Orde Lama
d.
Reformasi
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan
benar pada buku tulismu!
1.
Jelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk
republik!
2.
Jelaskan bagaimana bentuk negara pada masa konstitusi RIS!
3.
Apa yang dimaksud dengan sistem parlementer pada masa UUDS 1950?
82
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
4.
Tunjukanlah contoh-contoh penyimpangan terhadap UUD 1945 pada
masa Orde Lama (1945 - 1965)!
5.
Pada masa Orde Baru ketua MPR merangkap ketua DPR. Jelaskan apa
akibatnya!
6.
Pada masa Orde Lama, seluruh anggota DPRS diangkat oleh presiden.
Jelaskan apa akibatnya!
7.
Pada masa Orde Baru ada usaha untuk mempertahankan UUD 1945,
sekalipun terdapat pasal 37 UUD 1945. Jelaskan makna yang terkandung
dalam pasal 37 UUD 1945!
8.
Jelaskanlah pengaruh perubahan UUD 1945 terhadap sistem pemerin-
tahan demokrasi!
9.
Buatlah struktur pemerintahan Republik Indonesia pasca perubahan
UUD 1945!
10. Bagaimanakah UUD 1945 memberikan perlindungan terhadap HAM?
C. Tes Unjuk Kerja
1.
Melalui studi kepustakaan dan naskah UUD 1945, identifikasi pasal-pasal
hasil perubahan kesatu sampai dengan keempat UUD 1945. Banding-
kanlah dengan UUD 1945 sebelum perubahan. Tuliskan pada buku
tulismu perbedaan-perbedaan tersebut!
2.
Diskusikanlah dan buatlah laporannya secara tertulis pada buku tulismu
tentang pentingnya perubahan UUD 1945 dalam menghadapi perubahan
zaman!